Sebanyak
11 bahasa daerah punah akibat sejak tahun lalu jumlah penuturnya tak lebih dari
1.000 orang. Yakni, di Maluku Utara bahasa Ibo, Kajeli, Piru, Moksela,
Palumata, Ternateno, Hukumina, Hoti, Serua dan Nila. Di Papua, bahasa Tandia,
Saponi dan Mawes. Kemudian bahasa Reta di Nusa Tenggara Timur dan bahasa Meher
di Nusa Tenggara Barat.
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Dadang Sunendar mengatakan,
hasil pemetaan menunjukkan perlunya langkah strategis terhadap kekayaan bahasa
yang dimiliki Indonesia. Pasalnya, dari 668 bahasa daerah yang telah dicatat
dan diidentifikasi, baru 74 bahasa yang telah dipetakan vitalitas atau daya
hidupnya (berdasarkan kajian vitalitas bahasa pada 2011—2017).
“Kemudian terdapat 11 bahasa yang dikategorikan punah, 4 bahasa kritis, 22
bahasa terancam punah, 2 bahasa mengalami kemunduran, 16 bahasa dalam kondisi
rentan (stabil, tetapi terancam punah) dan 19 bahasa berstatus aman,” kata
Dadang dalam Peringatan Hari Bahasa Ibu Tahun 2019, di Gedung Samudera Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud, Jakarta, Kamis 21 Februari 2019.
Ia menjelaskan terdapat dua tujuan utama pada perhelatan bergengsi bidang
bahasa dan sastra itu. Yaitu, untuk pemantik ingatan akan kekayaan khazanah
bahasa daerah di Indonesia yang sangat bervariasi dan sebagai pengingat untuk
melestarikan keanekaragaman bahasa daerah. “Dan menjadikannya sebagai
sarana dalam proses memajukan bangsa,” ujarnya.
UNESCO ingatkan pentingnya keanekaragaman
Peringatan
tahun ini mengambil tema “Menjaga Bahasa Daerah, Merawat Kebinekaan”. Dadang
menuturkan, tantangan pelestarian bahasa dan sastra serta kepunahan bahasa
daerah masih besar. Butuh kontribusi semua pihak dengan menggelar pembangunan
berkelanjutan di bidang pendidikan.
Ia menyatakan, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
(UNESCO) kerap mengingatkan bahwa keanekaragaman bahasa dan multilingualisme dapat
menjadi bagian integral untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. “Dengan
mendorong pendidikan berkualitas dan merata, dan pendidikan sepanjang
hayat,” katanya.
Dadang menuturkan, pemetaan 668 bahasa yang sudah dilakukan belum termasuk
ragam dialek dan sub-dialek bahasa daerah di Indonesia. Ke depan, badan bahasa
akan mengidentifikasi bahasa daerah di wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku,
Maluku Utara, Papua dan Papua Barat untuk penuntasan pemetaan bahasa daerah di
Indonesia. “Jumlah hasil pemetaan tersebut tentunya akan bertambah, seiring
bertambahnya jumlah daerah pengamatan dalam pemetaan berikutnya,” katanya.