Tradisi Barifola, Sebentuk Kepedulian Sesama Warga di Maluku Utara

Penerapan nilai-nilai Pancasila makin kurang dilakukan oleh masyarakat Indonesia, dan ini membuat generasi-generasi selanjutnya menjadi individualis, kurang tenggang rasa, enggan membantu sesama. Rasisme yang sudah tidak jarang terjadi menjadi hal yang sudah biasa.

Perundungan yang terjadi di sekolah, tempat umum, atau di lingkungan sudah dianggap biasa saja. Semangat “bhineka tunggal ika” kurang dipraktekkan. Kebenaran terkadang disalahkan, sementara kesalahan dibenarkan.

Beruntung, masih banyak masyarakat yang menjunjung tinggi kearifan lokalnya, seperti masyarakat adat di berbagai daerah di Nusantara. Di Maluku Utara, khususnya Tidore, misalnya, tradisi masyarakatnya masih sangat kental dengan gotong royong dan peduli sesama.

Ikatan Keluarga Tidore Maluku Utara sejak tahun 2008 menggagas satu program gotong royong untuk membangun rumah warga tak mampu yang disebut dengan “Program Barifola”. Barifola sendiri berasal dari dua kata bahasa Tidore yaitu “bari” yang artinya saling membantu atau gotong royong dan “fola” yaitu rumah. Sehingga barifola diartikan sebagai kegiatan bergotong-royong membangun rumah.

Secara historis, tradisi ini mulanya berlangsung pada abad 13 Kesultanan Tidore untuk mewujudkan masyarakat sejahtera. Di era 1990-an tradisi ini sempat mengalami degradasi nilai, dan hanya dipakai warga untuk membangun rumah ibadah semata.

Sejak dicetuskan tahun 2008, tradisi barifola kini telah sukses membangun ratusan rumah tak layak huni milik keluarga tak mampu di empat kota di Maluku Utara, yaitu Tobelo, Morotai, Bacan, dan Ternate. Dana yang digunakan untuk pembangunan ratusan rumah tersebut lebih dari Rp 10 milyar.

Setiap unit rumah yang dibangun membutuhkan dana Rp 60-80 juta. Uniknya semua dana tersebut merupakan sumbangan dari keluarga Tidore di Ternate. Pengelolaan dananya pun dilakukan secara mandiri, tanpa konsultan maupun staf pengelola keuangan layaknya lembaga profesional.

“Jadi setiap dana terkumpul langsung pakai habis untuk membangun rumah, tidak ada dana yang mengendap dalam waktu lama. Kalau sudah cukup untuk satu rumah, maka langsung digunakan untuk membangun rumah. Dan beruntung sampai sekarang tidak ada penyalahgunaan anggaran,” tutur Burhan, Ketua Ikatan Keluarga Tidore (IKT) Maluku Utara, seperti dikutip indotimur.com.

Sasaran aksi sosial ini utamanya kepada keluarga yang sepantasnya untuk dibantu yakni keluarga yang belum memiliki rumah dan kemampuan ekonominya tidak memungkinkan membangun rumah sendiri. Atau keluarga yang memiliki rumah, namun kondisinya tidak layak huni, baik secara sosial ekonomi maupun lingkungan dan sanitasi (kesehatan).

Sasaran penentuan keluarga prioritas dalam aksi kemanusiaan ini adalah keluarga yang berpendapatan minimal per bulan di bawah Rp.500.000, single parents (janda/duda) dan manula; memiliki tanggungan keluarga yang besar (anak-anak usia sekolah); tidak memiliki sanak keluarga atau kerabat yang dapat dijadikan tulang punggung perekonomian keluarga bersangkutan, dan lain-lain.

Awalnya, program ini dilakukan dengan membangun rumah ibadah, namun mulai dikembangkan dengan membangun rumah layak huni. Meski berasal dari Tidore, gerakan tersebut tidak dikhususkan untuk masyarakat di wilayah itu saja. Dalam perkembangannya, barifola juga menyasar rumah-rumah warga tidak mampu di daerah-daerah lain di seluruh penjuru Maluku Utara. Di antaranya, Ternate, Halmahera, Obi, dan Bacan.

Kearifan lokal barifola bisa sangat membantu masyarakat atau warga setempat yang memiliki masalah dalam kerusakan tempat tinggal. Di masa pandemi seperti ini, semangat barifolasangat cocok untuk  dilaksanakan. Hilangkan rasa individualistis, mari kita bangun kembali rasa persatuan dan nasionalisme.

Sumber: Alif.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *