Oleh : Irwan Djailani
Kamis, 13 December 2018
Ternate: Perusahan tambang yang berada di Kawasi Oby Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) Provinsi Maluku Utara (Malut) yakni, PT. Harita Group akhirnya dilaporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Malut.
Perusahaan yang bergerak dibidang peleburan ferro-nickel itu dipolisikan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Marimoi terkait penggusuran lahan warga di desa setempat pada 22 November 2018.
Dewan Penasehat LBH Marimoi, Romi Djafar saat ditemui RRI di Ditreskrimum Polda Malut mengungkapkan, langkah PT.Harita Group yang menggusur lahan masyarakat desa Kawasi dengan luas sekitar 50 Ha itu sangat berlebihan. Pasalnya, lahan yang digusur tersebut belum ada kesepakatan negosiasi antara PT.Harita dan masyarakat, untuk itu langkah tersebut dianggap sebagai tindakan pemaksaan.
Romi menuturkan, sebelumnya, pihak PT.Harita Group dan masyarakat desa Kawasi pernah melakukan negosiasi, namun upaya tersebut belum selesai, bahkan Kepala Desa telah menyarankan agar bagian CSR dari PT.Harita Group menyelesaikan masalah tersebut dengan masyarakat. Namun, langkah tersebut belum terealisasi dan pihak PT.Harita Group langsung mengambil keputusan untuk menggusur lahan warga.
Romi menilai, tindakan pengrusakan lahan dengan cara menggusur tersebut merupakan perbuatan pidana dan melawan hukum. Langkah mempolisikan PT.Harita Group itu juga dimaksudkan agar menjadi pembelajaran bagi perusahaan lain dalam hal perluasan lahan.
“Kami sudah secara resmi masukan laporan pengaduan terhadap PT.Harita, tadi dan bukti-bukti juga sudah kami masukan,” ungkapnya.
Untuk itu, lanjut Romi, Ditreskrimum Polda Malut untuk melanjutkan proses dari laporan tersebut.
“Supaya ada kepastian hukum dan kejelasan hak dari masyarakat,” ujarnya.
Ia menjelaskan, laporan pengaduan yang secara resmi dilaporkan tersebut mewakili seluruh masyarakat yang lahannya digusur demi membangun landasan pacu atau bandara milik perusahaan PT.Harita Group.
Sementara, Direktur LBH Marimoi, Maharani Carolina menambahkan selain menempuh jalur pidana terkait tindakan pengrusakan dan penyerobotan lahan. Namun untuk ganti rugi terkait semua tanaman itu akan ditempuh melalui jalur perdata.
“Kami akan tempuh dua jalur hukum yakni pidana dan perdata,” tegas Maharani.
Ia menyatakan, beberapa waktu lalu, perusahaan PT.Harita Group berdalih bahwa lahan tersebut akan digunakan untuk kepentingan umum sehingga PT Harita akan membayar harga lahan masyarakat berdasarkan harga yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) setempat.
“PT Harita ini swasta bukan negara jadi tidak mewakili kepentingan publik melainkan kepentingan perusahaan sehingga harga yang harus dipakai bukan harga menurut Perda namun harus bersandar pada kesepakatan dua belah pihak,” jelas Maharani.
Sebelum melakukan penggusuran lahan warga itu, PT.Harita Group bersama warga melakukan pertemuan pada 18 November 2018 namun dalam rapat tersebut belum menghasilkan kesepakatan. Akan tetapi, PT.Harita langsung melakukan tindakan penggusuran lahan pada 22 November 2018 dini hari.
“Mereka gusur itu di waktu subuh, makanya ini yang jadi pertanyaan kami, kenapa harus di waktu subuh,? akunya.
Maharani berharap, pihak kepolisian daerah Maluku Utara serius dalam menindaklanjuti laporan tersebut.
“Kami laporkan ke Polda karena kami anggap Polda sangat independen. Karena kalau di jajaran Polda di wilayah ini kami pesimis bahwa kasus ini akan jalan. Buktinya pengrusakan ini ada di lokasi Polsek setempat tapi polisi diam saja,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Malut, Kombes (Pol) Dian Haryanto saat ditemui RRi di ruang kerjanya membenarkan telah menerima laporan terkait dengan PT.Hari Group tersebut.
“Iya memang laporan itu sudah saya terima, dan laporan ini akan kami tindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan,” pungkasnya.
Sumber : rri.co.id