Bantuan dana hibah sumbangan perusahaan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Malut untuk penanganan Pandemi Covid-19 terus mengalir. Hingga kemarin, total dana hibah yang terkumpul sudah mencapai Rp 14,2 Miliar lebih.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Malut Hasyim Daengbarang menyebutkan, Perusahan yang sudah mengkonfirmasi akan melakukan penandatangan NPHD dalam waktu dekat diantaranya PT NHM, PT Harita Nickel, PT Weda Bay Nikel (WBN), PT Ara, dan PT IWIP.
“PT IWIP sudah memastikan memberikan bantuan Rp 4 Miliar. PT Ara sebelumnya mengaku memberikan Rp 100 juta dan sudah bertambah menjadi Rp 200 juta, PT Fajar Bakti meskipun belum menerima dokumen NPHD namun yang diberikan sekitar Rp 20 juta. Kemudian PT Aditiya Tangguh masih menunggu penetapan dari menajemen,” katanya.
Jika sampai hari ini, perusahan yang belum mengkonfirmasi penandatangana NPHD, maka pihaknya akan kembali melayangkan surat. “Pada prinsipnya kami tidak memaksa tapi dari sini masyarakat bisa mengetahui berapa jumlah perusahan yang ada di Maluku Utara yang benar- benar berkontribusi terhadap pembangunan Malut,” ucapnya.
Sementara itu, total dana hibah sebesar Rp 6,1 Miliar yang terkumpul pasca penandatanganan NPHD dengan beberapa perusahaan sebelumnya, diakui sampai saat ini belum masuk ke rekening Kasda. “Kita masih menunggu BPKAD surat NPHD kemudian akan mengirim surat untuk rekening yang dituju,” katanya.
Bagi perusahan yang belum memberikan bantuan hibah memang tidak akan diberikan sanksi, namun Pemprov tetap memantau berapa jumlah perusahan yang memberikan bantuan hibah mengingat ada batas waktu yang diberikan kepada perusahan untuk mempelajari dokumen NPHD.
“Apabila dalam satu Minggu tidak terkonfirmasi, nanti dilihat lagi kedepan atau nanti dalam bulan ini sebab APBD Perubahan sebentar lagi jalan sehingga BPKAD akan menghitung berapa pendapatan dari sektor pertambangan. Supaya mungkin jumlah belanja yang dialokasikan untuk Covid-19 bisa ditutupi,” jelasnya.
Target ESDM menggenjot pendapatan dari sumber pertambangan sebesar Rp 25 hingga Rp 30 Miliar. “Pemprov tidak memaksa kalau perusahan belum jalan berarti belum ada uang. Tetapi tidak menutup kewajiban perusahan untuk membayar PNBP karena semua pemegang IUP wajib menyetorkan ke negara,” katanya.
Sumber: Harian Halmahera