Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia dinilai bisa menjadi pengganti pemasok nikel asal Rusia yang tersendat akibat Perang Rusia-Ukraina.
Hal ini dikarenakan pasokan nikel Indonesia pada tahun ini diperkirakan akan bertambah, khususnya untuk jenis logam nikel kelas 1 yang diproduksi Rusia, berupa nickel matte, nikel sulfat, Mixed Hydroxide Precipitate (MHP), maupun Mixed Sulphide Precipitate (MSP) yang kadar logamnya telah mencapai 99,9%. Produk nikel kelas 1 ini biasanya dijadikan bahan baku untuk baterai kendaraan listrik.
Hal tersebut diungkapkan Steven Brown, Konsultan Independen di Industri Pertambangan berbasis di Australia.
Steven mengatakan bahwa logam nikel yang diproduksi Rusia merupakan nikel kelas 1 dan Rusia merupakan pemasok nikel kelas 1 terbesar di dunia.
Menurutnya, pasokan nikel Rusia ini tak bisa digantikan oleh negara lain, kecuali Indonesia.
“Rusia adalah pemasok Class 1 Nickel paling besar di dunia. Negara lain tidak mungkin bisa menutup pasokan ini, kecuali Indonesia,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (09/03/2022).
“Tahun ini Indonesia akan meningkatkan produksi nickel matte dan MHP, sehingga di akhir tahun ini harga nikel kemungkinan turun kembali,” ucapnya.
Dia menilai, harga nikel yang kemarin sempat menembus di atas US$ 100.000 per ton tersebut memang tidak lah normal. Dia pun memperkirakan lonjakan harga tersebut hanya terjadi sesaat.
Pada awal tahun, imbuhnya, harga nikel untuk tahun 2022 ini diperkirakan rata-rata di kisaran US$ 17.000 sampai US$ 23.000 per ton.
Berdasarkan data Statista, Indonesia memproduksi nikel sebesar 1 juta ton pada 2021. Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia, mengalahkan Filipina dan Rusia.
Sementara Filipina memproduksi 370 ribu ton dan Rusia 250 ribu ton nikel pada 2021.
Produksi nickel matte Indonesia pada 2022 ini direncanakan mencapai 83,9 ribu ton, naik dari 82,3 ribu ton pada 2021 lalu, berdasarkan data Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM.
Salah satu produsen nickel matte terbesar di RI yaitu PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Vale menargetkan produksi nickel matte pada 2022 ini sekitar 65 ribu ton.
Selain produksi nickel matte, Indonesia sejak tahun lalu juga telah memproduksi MHP. Produksi MHP ini menggunakan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL). MHP yaitu campuran padatan hidroksida dari nikel dan cobalt. MHP merupakan produk antara dari proses pengolahan dan pemurnian nikel kadar rendah sebelum diproses lebih lanjut menjadi nikel sulfat dan kobalt sulfat.
Lantas, ada berapa proyek smelter MHP di Indonesia saat ini? Berikut ulasannya.
1. Smelter MHP di Maluku Utara
Smelter MHP ini baru diresmikan operasionalnya pada 23 Juni 2021 lalu oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Berlokasi di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, smelter ini dioperasikan oleh PT Halmahera Persada Lygend, anak usaha Harita Group.
Adapun kapasitas smelter ini sebesar 365 ribu ton per tahun dan merupakan bahan baku dasar komponen baterai kendaraan listrik.
Proyek smelter senilai US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14,4 triliun (asumsi kurs Rp 14.400 per US$) ini merupakan pabrik bahan baku komponen baterai kendaraan listrik pertama yang beroperasi di Indonesia.
Saat ini Harita juga sedang mengembangkan fasilitas produksi lanjutan untuk menghasilkan nikel sulfat dan kobalt sulfat, yang merupakan material utama baterai kendaraan listrik.
2. Smelter HPAL di Banten
Pada 2022 ini direncanakan ada tambahan smelter HPAL baru yang juga memproduksi MHP. Berlokasi di Banten, perusahaan yang mengoperasikan smelter MHP tersebut yaitu PT Smelter Nikel Indonesia.
Pada akhir 2021 lalu progres pembangunan mencapai 98,7% dan ditargetkan mulai beroperasi pada 2022 ini. Ini artinya, akan ada tambahan produksi MHP dari Indonesia.
Sumber: CNBC Indonesia