Indonesia disebut dapat menjadi produsen baterai lithium untuk mobil listrik pada 2030. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Indonesia memiliki 80% bahan baku untuk lithium baterai.
“Indonesia 40% memiliki cadangan nikelnya besar. Indonesia juga memiliki bauksit dan tembaga yang juga bahan dari baterai lithium, jadi 80% bahan baku untuk baterai lithium,” ujarnya dalam konferensi pers secara virtual.
Menurutnya, hilirisasi penting untuk masa depan, sehingga tidak hanya ekspor material mentah saja, namun membuat produk hilir yang lebih bernilai. Hal itu memproses dari bijih nikel sampai menjadi baterai dan stainless steel.
Indonesia memiliki cadangan terbesar dan terbaik untuk nikel ore sehingga berpeluang bakal menjadi pemain utama. Pada 2030, Eropa sudah tak lagi menggunakan mobil dengan energi fosil.
Bahkan, di tahun sekitar 2025 – 2027 ditargetkan beberapa puluh persen sudah beralih dapat beralih ke mobil listrik.
“Kita juga bertahap mengurangi energi fosil,” ucap Luhut..
Terkait produksi baterai lithium dengan bahan baku nikel, saat ini pemerintah sudah mengizinkan pendirian pabrik bahan baku baterai Harita Group di Maluku Utara. Pabrik hasil kerja sama Indonesia dan China ini akan mengolah nikel menjadi baterai yang siap dipakai oleh berbagai jenis kendaraan listrik.
Komponen pertama yang bisa jadi baterai lithium, yang memang sudah siap secara teknologi itu dari unsur nikel. Di Morowali sudah dibangun pabrik baterai lithium. Hal ini diprediksi bisa menjadi tulang punggung dari baterai lithium untuk motor listrik atau mobil listrik Indonesia di masa depan.
Indonesia optimis dapat memproduksi baterai lithium dari nikel, dengan teknologi hidrometalurgi, tidak ada waste (sisa produksi), tapi di satu sisi ini bisa mendorong energi terbarukan. Karena nanti kalau Indonesia sudah menuju listrik dan listriknya digerakkan dengan energi terbarukan, akhirnya kita tidak usah khawatir dengan harga baterai yang saat ini dikeluhkan sangat mahal.
–
Sumber: Bisnis.com